Minggu, 30 Januari 2011

Kita dipanggil seperti SAMUEL


Goresan refleksi ini bersumber dan diinspirasikan oleh bacaan 1 Sam 3: 1-21.
Konteks keterpanggilan Samuel sangat indah untuk kita renungkan.
Pertama, Pada masa itu, ada seorang imam di Bait Allah namanya Eli. Ia seorang iamam orang Israel yang sudah lanjut usia. Imamat Eli tercoreng karena hidup dan perilaku anak-anaknya yang loba/rakus dan yang selalu mengambil barang-barang persembahan orang Israel yang hendak dipersembahkan di mezbahNya yang kudus, untuk kepentingan pribadi mereka.
Kedua, Pada masa suram seperti itu, Sabda Allah tidak datang pada siapapun dan penglihatan tidak dikaruniakan kepada mereka. Tidak ada rahmat yang kentara bagi Eli dan orang Israel.
Ketiga, Waktu itu juga Eli sudah lanjut usia, matanya pun sudah mulai kabur, dan tidak bisa melihat dan hanya terbaring di tempat tidur. Tetapi di ruangan lain ada seorang anak muda yang biasa membantu Eli di Bait Allah itu, yakni Samuel. Ia seorang muda dan walaupun sudah sering bekerja di Bait Allah tapi ia belum sepenuhnya mengenal Allah apalagi mendengar Dia dan menerima pewahyuan Allah.
Sederhananya, pada masa itu hanya ada satu imam yakni Eli. Tapi Eli dan keluarganya dilihat oleh Allah tidak layak lagi karena praktek imamat mereka yang salah dan menghina Allah. Namun, di tengah semua persoalan yang ada dikisahkan dengan sangat bagus bahwa: “LAMPU RUMAH ALLAH BELUM PADAM” artinya kesetiaan dan cinta Allah terus menyala menerangi dan menyertai manusia. Allah tidak tertidur, Allah tidak berhenti menyertai manusia (orang Israel, Eli dan Samuel).

Allah menyapa dengan lembut
Lalu Allah berbisik kepada samuel dalam tidurnya. Allah menyapanya dengan lembut “Samuel.. Samuel....” namun ia tidak tahu kalau yang memanggil itu adalah Allah. Kejadian seperti ini terjadi tiga kali. Sebagai seorang anak muda yang tidak tahu apa-apa, yang tidak punya pengalaman personal dengan Allah, Samuel tidak tinggal diam dan masa bodok dengan panggilan itu tapi ia pergi berulang-ulang kepada Eli, seorang yang senior dan punya banyak pengalaman suka-duka personal dengan Allah. Dan Eli berhasil menunjukkan kepada orang muda itu bahwa yang memanggil itu adalah ALLAH. 
Pengalaman ini mengajarkan satu hal penting bahwa sikap keterbukaan untuk bertanya, bersharring dengan orang yang lebih tua dan berpengalaman itu penting. Dan mereka yang sudah tua dan berpengalaman itu patut menunjukkan jalan yang baik dan benar kepada orang muda.
Lalu mulailah Samuel berkomunikasi dengan Allah. Bahkan dikisahkan bahwa “samuel makin besar dan Allah menyertai dia dan tidak ada satupun dari firmanNya yang dibiarkanNya gugur” (3;19).

Kita belajar apa..?

Kita sering tidur terlalu pulas. Lupa dengan segalanya. Pulas tertidur dalam kebisingan hidup dan hati kita. Pikiran, hati dan jiwa kita sarat dengan persoalan dan pergumulan, tidak ada waktu untuk bisa terdiam di dalam “Bait Allah” layaknya Samuel. Sikap diam, terjaga dan berkomunikasi dengan Allah, harus menjadi bagian dari diri kita. Sebaliknya, jika kita terus sibuk sebagaiman yang diperbuat oleh Eli dan anak-anaknya maka tidak akan ada mujizat dan pewahyuan diri Allah atas hidup kita.

Mari kita diam dalam bait Allah dan membuka hati untuk mendengarkan firman dankehendakNya.
Jagaah dan peliharalah firman Allah yang telah diajarkan kepada kita turun temurun.

Senin, 17 Januari 2011

pilihlah yang terbaik


 Suatu waktu seorang ibu dan anaknya masuk di sebuah mini market. Di dalamnya ada berbagai jenis barang yang ditawarkan kepada para pengunjung. Anak itu kelihatan bingung memilih apa yang terbaik bagi dirinya. Ibunya bertanya: sayang, kamu mau, mama belikan apa untuk kamu..?
Anak itu menggeleng, tidak menjawab. Tapi dengan diam-diam pergi ke salah satu sudut mini market itu, dan mengambil sebatang pinsil dan sebuah buku tulis. lalu ia berkata kepada mamanya: "ma, aku mau pensil dan buku ini."
Jawab mamanya: makasih sayang, sini mama bayarkan untuk mu.

Hidup kita juga dalam masyarakat dewasa ini penuh dengan berbagai tawaran dan kenikmatan. Apakah yang akan menjadi pilihan kita..?? Apa pilihanku dan apa pilihan anda..??

Ada penggalan kata bijak dari Sang Guru kita:
“Carilah dahulu kerajaan Allah dan kebenaranya maka yang lainnya akan ditambahkan kepadamu.” 



Saudaraku, marilah kita cari dan pilih sesuatu yang baik dan benar menurut Allah untuk hidup kita, maka yang lainnya akan ditambahan. Seperti anak kecil tadi terlebih dahulu memilih sebuah pinsil dan buku tulis. Ini adalah terbaik bagi dirinya. Kita pun minta untuk memilih yang tepat untuk diri kita dan untuk hidup kita.

Salam...

Kamis, 13 Januari 2011

Kicauan Burung


Ada sekelompok burung yang selalu hinggap pada dahan-dahan di sebuah pohon dekat rumahku, setiap hari kawanan burung itu berkicau dengan sangat merdu. Setiap pagi, siang dan sore mereka berpadu satu memberi bunyi-bunyian merdu kepada segenap alam ciptaan yang ada di sekitarnya, termasuk saya yang setia mendengarkan burung-burung itu.

Bagaimana dengan kita manusia.....??

Apakah kita setiap hari memberi yang terbaik dari diri kita kepada segenap alam ciptaan...?
Apakah kita selalu membisikan dan membawakan yang indah, yang merdu, yang baik, yang menyejukan, yang menentramka kepada sesama kita..?
Burung-burung itu bisa memberi yang terbaik bagi manusia dan segenap alam ciptaan lainnya, mengapa kita manusia tidak bisa..? 



Mari kita belajar dari burung-burung itu........

Salam  

Selasa, 11 Januari 2011

Selembar Kertas Putih


Seorang anak yang suka mencari-cari kesalahan. Dengan cekatan, ia akan mampu menunjukkan kesalahan teman-teman dan orangtuanya. Bahkan jika sesuatu terjadi pada dirinya, maka ia menyalahkan teman dan orangtuanya.

"Aku jatuh karena Ayah meletakkan ember di sembarang tempat," kata anak tersebut. kepada ayahnya saat ia terjatuh di kamar mandi.

"Kamu mengalami musibah ini karena kamu tidak berhati-hati. Oleh karena itu, kalau berjalan harus hati-hati," kata anak tersebut. kepada seorang anak lain yang terkilir kakinya.

Pada suatu hari, anak itu berjalan-jalan di pinggir hutan. Matanya tertuju pada sekelompok lebah yang mengerumuni sarangnya. "Wah, madu lebah itu pasti sangat manis. Aku akan mengambilnya. Aku akan mengusir lebah-lebah itu !" Ia pun mengambil sebuah galah dan menyodok sarang lebah itu dengan keras. Ribuan lebah merasa terusik dan menyerang anak itu. Melihat binatang kecil yang begitu banyak, anak itu lari terbirit-birit. Lebah- lebah itu tidak membiarkan musuhnya pergi begitu saja. Satu ...dua ...tiga, lebah-lebah menghajar dengan sengatan. "Aduh .....tolong ..... !" Byur ! Anak itu menceburkan dirinya ke sungai. Tak lama kemudian, lebah-lebah itu pergi meninggalkan anak itu yang kesakitan.

   
"Mengapa Ayah tidak menolongku ? Jika Ayah sayang padaku, pasti sudah berusaha menyelamatkanku. Semua ini salah Ayah!" Ayahnya diam sejenak, lalu mengambil selembar kertas putih.

"Anakku, apa yang kamu lihat dari kertas ini? Itu hanya kertas putih, tidak ada gambarnya," jawab anak itu. Kemudian, ayahnya mentoreh di kertas putih dengan sebuah titik berwarna hitam.

"Apa yang kamu lihat dari kertas putih ini? Ada gambar titik hitam di kertas putih itu! Anakku, mengapa kamu hanya rmelihat satu titik hitam pada kertas putih ini? Padahal sebagian besar kertas ini berwarna putih. Betapa mudahnya kamu melihat kesalahan Ayah! Padahal masih banyak hal baik yang telah Ayah
lakukan padamu."

Ayahnya berjalan pergi meninggalkan anaknya yang duduk termenung.